Sudah jelas, sebagaimana organisasi dan gerakan Islam pada umumnya, paham keagamaan Muhammadiyah berpegang, bersumber, dan berlandas dari kitab suci al-Qur’an dan as-Sunnah, serta turut mengkaji wawasan dan kontribusi pemikiran keagamaan yang sudah ada sebelumnya.

Namun, Muhammadiyah memiliki rumusan-rumusan khas yang membedakan pemahaman keagamaan, keislaman, dan keberagamaan Persyarikatan ini dengan organisasi atau gerakan Islam lainnya.

Dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Jelang Satu Abad (Zawahir al-Afkar al-Muhammadiyyah ‘Abra Qarn min al-Zaman) paham keagamaan di Muhammadiyah mencakup rumusan dan putusan tentang risalah Islam, misi dakwah pencerahan, gerakan tajdid, serta visi kemasyarakatan, keumatan dan kemanusiaan.

Mengenal Apa Itu Paham Agama dan Keagamaan

Bagi Muhammadiyah, paham keagamaan berwatak sistemik, dan tidak parsial, atau hanya dibatasi pada pembahasan bab-bab dasar dalam menjalankan kewajiban keagamaan seorang muslim dan mukmin yang selama ini menjadi fokus utama fikih tekstual-klasik.

Adapun yang terkait dengan bab-bab dasar dan fikih atau fatwa telah termuat dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT). Selain HPT ada pula putusan-putusan pandangan keagamaan yang lebih spesifik lagi, misalnya, untuk menyebut beberapa di antaranya, adalah Tanya-Jawab AgamaPedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), Fikih AirFikih KebencanaanDarul Ahdi Wa Syahadah, dan lain sebagainya.

Wawasan dasar tentang paham keagamaan bagi Muhammadiyah telah termaktub dengan sangat jelas dalam Anggaran Dasar (statuten), yang di antaranya merumuskan pengertian Islam dan Tauhid yakni sebagai berikut:

Pertama, tentang apa itu Islam:

“[Islam adalah] Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.”

“Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad Saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat.”

Kedua, tentang apa itu Tauhid:

“[Tauhid adalah] ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Ber-Tuhan dan ber’ibadah serta tunduk dan tha’at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.” 

Ketiga, tentang mengapa membutuhkan gerakan dakwah:

“Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.”

Manhaj Tarjih

Dalam merumuskan atau menentukan pandangan keagamaan, Muhammadiyah menempuh pendekatan yang disebut Manhaj Tarjih. Menurut Syamsul Anwar (2018: vii), Manhaj Tarjih merupakan sistem yang melandasi kegiatan ketarjihan. Manhaj Tarjih juga dapat diartikan sebagai ikhtiar intelektual dan keagamaan dalam melakukan penelitian dan pengkajian terhadap suatu masalah atau objek pembahasan yang membutuhkan perspektif Islam di dalamnya.

Komponen-komponen yang melandasi kegiatan ketarjihan atau pengkajian paham keagamaan Muhammadiyah atas suatu objek bahasan meliputi: (1) perspektif atau wawasan; (2) sumber, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah; (3) pendekatan, berupa dan mencakup pendekatan bayani, burhani, dan irfani; dan (4) prosedur teknis atau metode.

Di sinilah jawaban mengapa Muhammadiyah tidak membatasi diri dalam menerjemahkan makna fikih sekadar hukum Islam terkait halal-haram, mubah-makruh, atau sunah-wajib. Atau, kenapa Muhammadiyah tidak berpegang pada satu pendapat empat Imam Mazhab.

Bagi Muhammadiyah, fikih merupakan himpunan nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah), asas-asas (al-usul al-kulliyyah), di samping tentu saja implikasi praktis berupa ketentuan atau status suatu objek fikih yang sedang dikaji.

Produk ketarjihan akan menjadi pegangan bagi Muhammadiyah dalam menentukan paham atau pandangan keagamaan atas suatu objek, masalah, atau situasi yang tengah dihadapi. Sebagai contoh misalnya pandangan Muhammadiyah terkait pelaksanaan atau penyelenggaraan ibadah selama masa pandemi coronavirus 2019.

Memahami Islam Berkemajuan

Syamsul Anwar (2018: vi-vii) mengikhtisarkan setidaknya ada 13 poin pengembangan paham keagamaan Muhammadiyah atau yang disebutnya “fitur Islam Berkemajuan”, yakni sebagai berikut:

·       Bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.

·       Bergerak dinamis melaksanakan usaha membangun masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik berdasarkan perspektif agama Islam.

·       Berorientasi tajdid dalam pemahaman agama (mengembalikan kepada sumber asli untuk aspek akidah dan ibadah mahdah serta mendinamiskan kehidupan muamalat duniawiyah di mana apabila diperlukan dapat dilakukan reinterpretasi terhadap teks-teks agama).

·       Berorientasi ke hari depan dengan mempunyai arah yang jelas dalam pengembangan masa depan .

·       Percaya pada ilmu dan teknologi sebagai salah satu nilai hidup manusia yang sangat penting dan karena itu perlu dikembangkan dalam rangka membangun masyarakat ilmu.

·       Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengupayakan terwujudnya Indonesia berkemajuan melalui rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna.

·       Mengembangkan sikap keberagamaan yang moderat dan toleran.

·       Mendorong gerakan berjamaah melawan korupsi.

·       Tanggap dan tangguh menghadapi bencana.

·       Sadar terhadap bahkan melakukan upaya mengatasi krisis air dan energi serta lingkungan.

·       Membangun budaya hidup bersih dan sehat.

·       Mewujudkan budaya egalitarian dan sistem meritokrasi.

· Melek teknologi komunikasi dan memanfaatkannya secara positif bagi kemajuan masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *